Kategori Food Grade dan Definisinya
Pelumas food grade dapat digunakan di dalam berbagai macam proses pengolahan makanan, pemotongan hewan dan unggas. Pelumas food grade dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan seberapa besar kemungkinan kontak dengan makanan. Organisasi USDA memprakarsai penamaan kategori untuk pelumas food grade seperti H1, H2 dan H3, dan masih digunakan sampai saat ini. Persetujuan dan pendaftaran produk pelumas dalam ke tiga kategori di atas tergantung dari bahan dasar yang digunakan dalam formulasinya. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai ke tiga kategori tersebut:
- H1 lubricants adalah pelumas food grade yang digunakan dalam proses pengolahan makanan dimana ada kemungkinan makanan terpapar pelumas secara tidak sengaja. Formulasi dari bahan pelumas ini hanya dapat dipilih dari 1 atau beberapa tipe bahan dasar, aditif dan pengental (apabila grease) yang tercantum di dalam daftar 21.CFR 178.3620.
- H2 lubricants adalah pelumas yang digunakan pada alat dan mesin yang lokasinya tidak ada kemungkinan terjadi kontak dengan makanan yang diolah. Karena tidak adanya risiko terjadinya kontak dengan makanan, maka pelumas kategori H2 tidak memiliki batasan bahan dasar yang digunakan. Namun tetap tidak boleh mengandung logam berat seperti antimony, arsenic, cadmium, timah, merkuri atau selenium. Selain itu juga tidak boleh mengandung bahan yang bersifat carcinogens, mutagens, teratogens ataupun mineral acids.
- H3 lubricants, juga sering disebut minyak pelarut atau yang dapat dimakan (soluble or edible oil), biasa digunakan untuk membersihkan ataupun mencegah terjadinya karat pada hooks, trolleys dan alat sejenis.
- 3H Lubricants produk ini dapat digunakan sebagai release agent pada pemanggang, oven, loyang roti, bangku boning, talenan, atau permukaan keras lainnya yang bersentuhan dengan daging dan produk makanan unggas untuk mencegah makanan menempel selama pemrosesan.
Approved Lubricants
Seperti yang telah disebutkan di atas, organisasi USDA memberikan approval berdasarkan FDA Codes dalam pasal 21 yang menyatakan bahan apa saja yang diperbolehkan digunakan dalam pelumas yang secara insidentil dapat kontak dengan makanan. Berikut adalah isinya
- 1.CFR 178.3570 – Allowed ingredients for the manufacture of H1 lubricants
- 21.CFR 178.3620 – White mineral oil as a component of non-food articles intended for use in contact with food
- 21.CFR 172.878 – USP mineral oil for direct contact with food
- 21 CFR 172.882 – Synthetic isoparaffinic hydrocarbons
- 21.CFR 182 – Substances generally recognized as safe
Berikut adalah penjelasan singkat dari standar di atas :
Acceptable Food-Grade Basestocks
Tergantung dari pelumas food grade kategori H1 atau H2 maka bahan dasar nya pun berbeda. Biasa nya pelumas kategori H2 memiliki bahan dasar yang tidak terlalu ketat sehingga macam nya lebih bervariasi.
Sering kali produk pelumas non food grade digunakan di pabrik pengolahan makanan sebagai pelumas kategori H2. Sedangkan pelumas kategori H1 memiliki keterbatasan karena secara desain kegunaan memungkinkan secara tidak sengaja / insidentil untuk kontak dengan bahan pangan yang diproses. Bahan dasar yang diperbolehkan untuk memproduksi pelumas kategori H1 bisa berupa mineral maupun sintetik.
Petroleum-based lubricants – Bahan dasat mineral oil yang digunakan pada pembuatan pelumas food grade kategori H1 adalah Technical white mineral atau USP-type white mineral oils. Keduanya telah melewati tahapan penyulingan yang tinggi dan tidak berwarna, tidak memiliki rasa, tidak beraroma dan tidak menimbulkan noda. Technical white oils memenuhi regulasi yang tercantum dalam 21 CFR 178.3620. USP mineral oils adalah tingakat penyulingan paling tinggi diantara white mineral oils lainnya.
Synthetic lubricants – Pelumas food grade synthetic H1 menggunakan polyalphaolefins (PAO) sebagai bahan dasar. Dibandingkan dengan white mineral oils, syntetik memiliki kestabilan terhadap oksidasi dan memiliki rentang kerja yang lebih luas terhadap suhu. Bahan dasar sintektik lainnya yang memuhi regulasi adalah polyalkylene glycols (PAG). Pelumas berbahan dasar sintetik ini sekarang sering sekali digunakan pada aplikasi bersuhu tinggi.
Dimethylpolysiloxane (silicones) yang memiliki viskositas diatas 300 centistokes (cSt) juga memenuhi syarat untuk digunakan sebagai pelumas H1. Silicones memiliki tingkat kestabilan terhadapt suhu tinggi dan oksidasi dibandingkan pelumas berbahan dasar PAO dan PAG.
Acceptable Food-Grade Additives and Thickeners
Sering kali bahan dasar yang diperbolehkan tidak dapat memenuhi kondisi kerja ruang ekstrem di dalam pengolahan makanan. Untuk meningkatkan performa dari bahan dasar yang digunakan, maka di ampurkan aditif ke dalam formula. Contohnya seperti antioxidants, corrosion inhibitors, anti-wear, extreme pressure additives dan konsentrasinya dibatasi dan diatur dalam 21 CFR 178.3570.
Grease adalah pelumas yang menggunakan thickening agent atau agen pengental di dalam formulasinya. Beberapa agen pengental yang diperbolehkan adalah aluminum stearate, aluminum complex, organo clay and polyurea. Aluminum complex adalah agen pengental yang paling sering digunakan pada grease berkategori H1 karena dapat bertahan disuhu tinggi dan tahan terhadap air. Kedua hal tersebut sangat penting dalam proses pengolahan makanan. Sebelum tahun 2003, greases dengan pengental calcium sulfonate tidak didesain sebagai pelumas kategori H1 oleh organisasi USDA atau FDA namun sekarang ini sudah memenuhi syarat.
Selecting Which Machines Require Food-Grade Lubricants
Mengambil keputusan kapan dan dimana harus menggunakan pelumas kategori H1 atau H2 memang terkadang membingungkan. Pelumas yang digunakan untuk sistem conveyor pada produksi bahan pangan tentunya harus menggunakan pelumas kategori H1. Namun system conveyor yang berjalan di bawah line produksi pangan juga belum tentu aman apabila hanya menggunakan pelumas kategori H2.
Menurut program Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) yang diimplementasikan oleh USDA, setiap titik pelumasan harus dievaluasi tentang kemungkinan terjadinya kontaminasi. Hampir semua pabrikan pangan yang sudah terkenal telah mulai menjalankan sistem HACCP,namun perencanaan yang ada belum tidak selalu melihat survei pelumas sebagai hal yang penting. Bahkan sering didapati hal ini dibantu oleh supplier pelumas.
Karena pelumas foodgrade kategori H1 memiliki keterbatas pilihan aditif dan dulu hanya menggunakan bahan dasar mineral, maka kinerjanya hanya dapat memberikan perlindungan terbatas dan umur pelumas yang pendek saja. Sekarang ini pelumas sudah menggunakan bahan dasar sintetik, bahkan ada beberapa pelumas food grade kategori H1 yang dapat menungguli performa pelumas non-food grade. Ini penting dalam melakukan konsolidasi dan mencegah terjadinya cross-contamination antara produk pelumas kategori H1 dengan H2 dan kontaminasi produk pelumas H2 terhadap bahan pangan yang diolah.
Other Issues Surrounding Food-Grade Lubricants
Hanya menggunakan pelumas food grade kategori H1 saja bukanlah solusi ataupun pengganti yang sepadan bagi desain dan pemeliharaan yang baik. Harus diingat bahwa pelumas food grade kategori H1 hanya diperbolehkan kontak dengan makanan secara minimal dan incidental saja. Ambang batas yang diperbolehkan oleh oranginasi FDA kontaminasi pelumas terhadap makanan yang diolah adalah 10 parts per-million atau 0.001% saja.